Minggu, 18 Mei 2014

The Universal Knowing







Science adalah analisa, diskusi, argumentasi dan kesimpulan. Sepelik apa pun anda membawanya ke kedalaman pembahasan, ia akan selalu berhujung ke sebuah pertanyaan pamungkas. Satu pertanyaan yang di dalam science disebut Teori Segala Hal (Theory of Everything). Dan selanjutnya tergantung pada anda, apakah anda akan berhenti sampai di situ, atau anda berani melangkah ke ranah baru dimana science modern tidak akan berani melakukannya?

Seperti kalimat berikut ini yang diucapkan oleh Deepak Chopra;

"Any unified field theory of the universe that does not include consciousness as a fundamental activity is incomplete."
"The most fundamental fact of existence is not that universe exists, but that there is awareness that it exists."
"Setiap teori gabungan medan dari alam semesta yang tidak melibatkan kesadaran sebagai landasannya maka teori tersebut tidak lengkap."
"Fakta paling fundamental dari eksistensi bukanlah bahwa alam semesta itu eksis, tetapi bahwa kesadaranlah yang eksis."  

Theory of Everything adalah kebenaran hakiki. Namun Ia tidak akan pernah dapat ditemukan oleh manusia selama manusia masih mengkotak-kotakkan ilmu pengetahuan. Jika anda ingin tau kebenaran yang meliputi seluruh alam ini (science selalu mengatakannya dengan 'universe') maka adalah salah jika para ilmuwan tidak membuka pandangan mereka kepada alam secara keseluruhan. Alam tidak mengenal pengkotakan. Alam adalah satu kesatuan. Jadi mengapa manusia melihatnya secara terkotak-kotak? Sangat tidak logis jika mereka para ilmuwan melakukan pengkotak-kotakkan dalam melihat alam ini. Ada ilmu Fisika, kosmologi, Astronomi, Sejarah, Filosofi, Geologi, dll. Di dalam sejarah sendiri juga terjadi pengkotakan seperti Archeology, Palaeontology, dll.

Pernah terjadi perdebatan keras antara mereka yang menamakan diri mereka Egyptologist dengan Geologist. Egyptologist mengambil kesimpulan mengenai sejarah bangsa Mesir secara linear, dan mereka menyimpulkan dengan cara menghitung mundur ke masa lalu - bahwa peradaban bangsa Mesir dimulai sejak sekitar 5,500 tahun yang lalu. Sebelum itu tidak ada bangsa Mesir. Dan bahwa patung Sphinx dibangun sekitar 2,500 tahun SM di zaman kepemimpinan Raja Khafra. Sedangkan para Geologist melihat tubuh Sphinx yang ter-erosi sedemikian rupa - yang mayoritas Geologist mengatakan bahwa erosi pada Sphinx hanya bisa terjadi oleh air, bukan oleh angin. Dan erosi oleh air hingga mencapai kondisinya seperti sekarang hanya terjadi oleh air yang mengguyurnya selama ribuan tahun. Ini menandakan bahwa curah hujan harus sangat tinggi di masa itu. Kapankah itu terjadi? Sedangkan kondisi lingkungan Mesir saat ini adalah padang pasir yang kering! Maka pastilah Sphinx sudah dibangun manusia sejak hampir seluruh Afrika utara masih berupa hutan dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun (The land of Khem). Kapankah itu? yaitu lebih dari 10,000 tahun SM.

Namun para Egyptologist tidak bisa menerima adanya kemungkinan (sekecil apapun) mengenai adanya kebudayaan manusia (atau Mesir kuno) yang sudah ada sejak lebih dari 10,000 tahun SM. Ini adalah salah satu contoh nyata (dari sekian banyak contoh lainnya) betapa manusia sangat kukuh mempertahankan disiplin ilmunya ("pengkotakan" yang saya singgung di atas) tanpa mau membuka pandangan barang sekejap saja ke disiplin ilmu yang lain, yang sudah jelas secara kasat mata melakukan analisa yang pastinya lebih akurat (kondisi geologis patung Sphinx itu sendiri).

Para Egyptologist - main-stream merasa ketakutan jika mereka mengakui kebanaran para Geologist. Mereka ketatakutan akan karir mereka, dan adalah sebuah bencana bagi mereka untuk merevisi sejarah yang sudah mereka hantarkan ke seluruh bangku sekolah di seluruh dunia. Ini adalah juga termasuk pengkotakan suatu disiplin ilmu pengetahuan terhadap ego. Selama manusia masih kukuh dengan pengkotakan seperti ini, mereka akan selalu buta terhadap kebenaran. Walaupun kebenaran itu sudah ada di depan mata mereka.

Jika semua disiplin ilmu mau melebur menjadi satu dan berkontribusi bersama dalam penyelidikan mengenai asal-usul suatu kebudayan kuno, maka tentu kesimpulan yang dicapai bisa berbeda, yang mana seharusnya itulah yang mereka lakukan.

Saya pun pernah beberapa kali terlibat dalam suatu diskusi yang tidak berujung pada pencerahan bagi peserta diskusinya, namun malah penguatan pengkotakan pandangan masing-masing. Saya tidak berusaha memaksakan pendapat saya kepada peserta diskusi, namun tidak satu pun di antara mereka yang mau barang sedikit saja untuk membuka pandangan ke kemungkinan lain yang bisa dijadikan pertimbangan. Saya sering mundur dari diskusi seperti ini dan tetap tidak akan memaksakan apa pun. Namun inilah yang selalu terjadi. Dan anda bisa bayangkan sudah sejauh inilah keterpurukan manusia di zaman ini.

Jika anda ingin tau kelanjutan dari pergelutan science dalam mencari kebenaran yang hakiki, maka anda harus membuka pandangan ke segala arah. Jangan ada satu pun aspek alam ini yang luput dari analisa anda. Hancurkanlah semua pengkotakan itu. Cara pandang anda harus meyeluruh dan yang menyeluruh itu adalah kesatuan yang komplit. Barulah anda akan siap menerima pengetahuan yang hakiki.

Apakah saya hanya berkias? Apakah anda menganggap saya hanya main-main?
Dalam perjalanan saya menuju pengetahuan kebenaran yang hakiki, saya harus mendobrak doktrin yang ada di depan mata saya, yaitu agama. Ada berapa agama di muka bumi ini? Mengapa harus ada banyak agama jika alam ini hanya ada satu? Mengapa ada banyak agama di dunia ini jika Tuhan hanya ada satu? Ini adalah pertanyaan yang datang dari orang paling polos dan bodoh; saya. Dan saya pun membuang jauh-jauh pembatasan alam oleh agama itu. Tidak boleh ada satu pun pembatas yang mengkabutkan pandangan saya kepada kebenaran yang hakiki.

Saya pun juga harus memberanikan diri melangkah dari ranah science ke ranah spiritual. Orang-orang di sekeliling saya memicingkan sebelah mata mereka kepada saya. Dan banyak dari mereka yang berpikir saya sudah berganti arah. Sekali lagi, "berganti arah" adalah ciri khas dari padangan manusia yang terkotak-kotak. Ini adalah ciri khas dari pandangan Patriarchal atau masculine yang sekarang menguasai manusia.

Sesungguhnya saya tidak lagi memandang spiritual sebagai suatu disiplin ilmu. Karena titel spiritual itu juga adalah bentuk pengkotakan. Sesungguhnya tidak ada science, tidak ada spiritual. Semua pengetahuan di alam ini harus dipandang Satu. Karena iapun bersumber dari sesuatu yang satu.

Dengan memandang alam secara keseluruhan dan keseluruhan adalah Kesatuan, ini adalah wujud dari Universal Knowledge. Dan anda yang mempelajarinya secara perlahan mengetahui kebenaran secara menyeluruh, ini adalah sebuah proses atau perjalanan kesadaran ke-tahu-an anda terhadap alam secara keseluruhan tanpa ada pengecualian. Ini adalah Universal Knowing.

Jika anda berjalan di jalan yang sama dengan saya, atau anda mengikuti tulisan-tulisan saya sebelumnya, maka anda mungkin sudah memperhatikan bagaimana bentuk pengetahuan yang universal itu - yang hakiki. Ia adalah pengetahuan yang meliputi semua dimensi pada alam. Ia adalah pengetahuan tak berbentuk, tak berwujud. Anda tidak bisa membacanya, anda tidak bisa mendengarkannya hanya dengan indera fisik anda. Ini adalah bentuk pengetahuan yang harus anda "rasa"-kan dengan seluruh indera anda. Indera yang saya maksud di sini adalah indera yang hanya aktif bila kedua belah otak anda aktif. Seperti manusia yang hidup di zaman Golden Age, dimana otak kanan dan otak kiri mereka aktif. Terjadi keseimbangan antara Masculine dan Feminine. Maka seharusnya manusia memiliki 360 indera. Dengan itulah anda melihat, membaca, mendengar pengetahuan yang hakiki. Indera-indera itu terfokus pada 'rasa' (feel) di hati anda.

Dan mereka yang terbukakan hatinya, akan menemukan kebenaran yang hakiki.

Dari Hadith Qudsi:
“The heavens, and the earth cannot contain Me, only the heart of My faithful servant can contain Me.”

Pembaca yang budiman,
Suatu saat nanti, di waktu yang tepat, akan saya sampaikan sedikit dari apa yang saya 'rasa' kan. Saya masih harus membangun 'jembatan' yang layak untuk saya lalui (itu pun jika saya mampu). Jembatan itu adalah bahasa. Karena apa yang di-'rasa'-kan tidak akan mampu diceritakan dengan kata-kata, melalui bahasa apapun yang ada di dunia ini. Tidak ada bahasa di dunia ini yang mampu menceritakan dengan baik mengenai kebenaran yang hakiki. Karena Kebenaran yang hakiki adalah Tuhan. Dan tidak ada satu pun yang mampu menjelaskan Tuhan itu. Dia adalah Tuhan untuk seluruh alam.

God is the great beyond of the beyond of the beyond...
Mereka yang hati-nya tercerahkan - terbuka kepada pengetahuan kebenaran yang hakiki, akan kehabisan bahasa. Ucapan apapun yang diutarakan akan menjadikan pengetahuan itu salah dalam penyampaian maupun pengertian. Hanya bahasa Tuhan yang mampu dengan sempurna menyampaikannya. Bahasa Tuhan adalah bahasa 'rasa' dari hati yang terbuka, tercerahkan, tersucikan. Hati yang terpasrahkan dan terlepas dari kemelekatan dunia, termasuk ego/nafs. Hati yang memiliki tempat di titik nol. Hati yang berbicara langsung dengan Tuhan, menggunakan bahasa Tuhan.

Saat ini saya hanya bisa bercerita melalui simbol.
Seperti cerita saya di bawah ini.


==========================

A Seed and Forest
(Sebutir Biji dan Hutan)

Adalah sebutir biji. Ia memiliki rasa ingin tau yang kuat mengenai bagaimana hutan tercipta. Ia tidak cukup pengetahuan untuk menjawab rasa ingin tahunya itu. Maka ia pun memulai pengembaraannya untuk mencari jawaban.

Dalam perjalanannya ia belajar satu per satu pengetahuan yang bisa ia pelajari, dimulai dari ilmu tanah, ilmu air, dan ilmu udara. Ia sekarang mengerti bahwa di sekelilingnya ada tanah, air dan udara. Dan ia tau fungsi mereka masing-masing. Namun pengetahuan ini belum cukup dalam menjawab bagaimana penciptaan hutan.

Ia melanjutkan perjalanannya. Ia memperluas pengetahuannya. Si biji mempelajari ilmu lain seperti ilmu iklim, cuaca, juga ilmu kelangitan, seperti cahaya matahari, bulan, bintang. Sekarang ia tahu apa fungsi dari masing-masing komponen itu dan bagaimana hubungannya antara satu dan lainnya. Ia juga paham bagaimana semua itu berhubungan dengan tanah, air, dan udara.

Si biji sekarang menjadi biji yang pintar dan terpandang. Ia sudah layak mendapatkan gelar biji yang berilmu tinggi. Ia paham dengan baik apa yang terjadi pada alam di sekelilingnya. Namun pengetahuannya ini yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun masih belum mampu menjawab keingintahuannya mengenai bagaimana hutan tercipta.

Beberapa tahun lamanya kemudian, si biji masih ingin tau bagaimana hutan tercipta. Tapi ia tidak tau harus belajar apa lagi. Dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Sampai suatu hari ia bertemu sebatang pohon tua yang besar.

Ia pun bertanya kepada sang pohon besar, "Wahai pohon tua besar yang bijak, apakah engkau tau bagaimana hutan tercipta? Sudikah kau menceritakannya kepadaku?"

Sang pohon besar memandang ke bawah ke arah si biji. Ia berkata, "O biji, berhentilah bergerak, dan duduklah diam di sampingku."

Si biji menuruti apa yang dikatakan oleh pohon besar. Ia duduk berdiam diri di samping pohon besar itu.

Sehari, seminggu, sebulan pun berlalu, biji tetap duduk diam tidak bergeming. Perlahan-lahan mulai terjadi perubahan pada dirinya. Biji mulai ditumbuhi akar kecil, yang kemudian membesar dan menjalar menembus tanah. Tubuhnya meninggi karena batang yang tumbuh keluar dari tubuhnya. Daun pun muncul dari batangnya. Ia merasakan cahaya matahari masuk ke dalam tubuhnya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dulu ia hanya tau mengenai cahaya, namun sekarang ia bisa merasakannya mengalir melalui daun dan seluruh tubuh. Ia merasakan akarnya yang menyerap zat-zat mineral dari dalam tanah ke dalam tubunya. Ia pun semakin tumbuh. Semakin besar, dan besar.

Bertahun-tahun sudah berlalu, si biji sekarang bukanlah sebuah biji lagi. Ia telah menjadi sebatang pohon yang sangat tinggi besar, berbatang banyak, dan daun-daunnya yang rimbun. Sekarang si biji mengerti bahwa selama ini ia sudah berada di dalam hutan. Dan ia sekarang mengerti bagaimana hutan itu tercipta.

Si biji mengerti. Ia lah hutan itu!


==========================

ER

4 komentar:

gear KHK mengatakan...

bagus bgt bro artikelnya, tentang ilmu pengetahuannya ..
:)

Bambang Wijanarko mengatakan...

Wah. Maaf pak eri. Saya memposting pertanyaan di article the symbols yg sama dengan yang anda masih pertanyakan. Yaitu mengapa tuhan cuman satu tetapi ada banyak agama di bumi ini. Apakah sebenarnya tuhan hanya menurunkan satu agama saja yg benar (agama ibrahim), sedangkan agama yang lain adalah ciptaan manusia belaka ?

Erianto Rachman mengatakan...

Halo mobilan koleksiku,
Saya sudah menjawab pertanyaan anda yang di tulisan saya "The Symbols" silahkan dibaca.

Pertanyaan saya yang berbunyi "Jika Tuhan ada SATU maka mengapa ada banyak agama di bumi?" adalah pertanyaan pancingan dimana saya sudah menjawabnya sendiri.

Saya akan mejawab pertanyaan anda yang ini:
--- Apakah sebenarnya tuhan hanya menurunkan satu agama saja yg benar (agama ibrahim), sedangkan agama yang lain adalah ciptaan manusia belaka ?---

Silakan dipahami betul tulisan saya dan jawaban saya atas pertanyaan anda sebelumnya. Anda akan sudah paham bahwa pada prinsipnya, Tuhan adalah media dimana kita semua eksis. Maka semua yang ada di alam ini adalah DIA.
Termasuk kesadaran kita dan ilmu pengetahuan kita. Semua adalah DIA.

Sehingga pada inti, core, jantung (heart) setiap ajaran di muka bumi ini, adalah DIA.

Human is a Lover, and God is the Beloved.
God is longed to be known, therefore God created the world.

Anonim mengatakan...

Semua artikel yg saya baca merupakan bentuk ajaran semar yg sedang ngejawawantah ....apalagi tentang maskulin+feminin itu identik dgn bentuk wayang semar...Semar adalah wadah yg meleburkan semua pengkotakan...Mamayu hayuning bawono(semesta),Amemangun karyenak tyasing sesama(semesta),merguru maring sepadha padha(semesta)....