Selasa, 11 November 2008

The Ultimate "I"




Pre-requisite reading: "
The Property of Things"

Melanjutkan tulisan saya sebelumnya, "
The Property of Things", apakah anda mempertanyakan hal-hal berikut:

Siapakah dan apakah aku sebenarnya?
Mengapa aku tercipta seperti ini?
Apakah pengetahuan manusia berhenti sampai di zat ini?

Saya mempertanyakannya.

Manusia sudah sampai pada sebuah teori dimana dikemukakan bahwa bahan dasar pembentuk ruang dan waktu adalah string (baca artikel "
Braneworlds"). Hadirnya string membawa pemahaman baru kepada manusia bahwa memang ada atau harus ada sebuah saja bahan dasar pembentuk alam ini. Berbagai jenis partikel yang berhasil diamati adalah hasil variasi getar dari string-string yang sama. Satu string bergetar begini, menghasilkan atau terdeteksi sebagai electron, string yang lain bergetar begitu sebagai photon, dan partikel-partikel lainnya yang ada di alam ini.

Hadirnya string juga memberikan pemahaman baru kepada manusia bahwa alam kita tidak unique. Harus ada lebih dari 3 dimensi ruang, yaitu 10 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu untuk string bisa eksis. Ini adalah sebuah ide sangat luar biasa, untuk ke sekian kalinya manusia dihadirkan pada kemungkinan yang sungguh-sungguh dramatis.

Namun ada satu (kalau boleh dibilang) kejanggalan pada konsep string ini. String selalu bergetar, dan string membutuhkan ruang dan waktu untuk bergetar. Jadi adalah tidak mungkin bila string adalah bahan dasar pembentuk ruang dan waktu. Bagaimana bisa string sebagai bahan dasar pembentuk ruang dan waktu jika ia memerlukan ruang dan waktu untuk bergetar?
Sebagian ilmuwan mengusulkan hal ini dan mengungkapkan teori nya bahwa bahan dasar pembentuk ruang dan waktu tentunya tidak mungkin terikat atau terbatasi oleh ruang dan waktu. Ia mengusulkan sebuah zat yang tidak memiliki dimensi ruang sama sekali, tidak bergetar, dan diam sama sekali. Bisa dibayangkan sebuah titik yang teratur rapih bagaikan grid atau matrix.

Jika string adalah zat satu dimensi atau disebut 1-brane, maka zat tanpa dimensi ini disebut Zero-brane.


Batas Realita

String adalah bahan dasar partikel dan energi. Partikel dan energi adalah yang wujud dalam bentukan yang kita saksikan di alam ini. Bintang, planet hingga manusia. Ini adalah alam realita dimana manusia mampu mendeteksi, melihat dan merasakannya (baca artikel “REALITY”).

Maka jika string adalah bahan dasar di dalam realita, maka zero-brane adalah bahan dasar pembentuk realita.

Sampai di sini apakah anda masih bisa mengikuti saya? Bila ya, maka mari kita lanjutkan.
Mohon pastikan bahwa anda harus sudah membaca artikel saya sebelumnya untuk melanjutkan. (artikel: "
The Property of Things")

Bila kita lucuti satu-per-satu seluruh partikel properti yang membentuk sebuah partikel, maka apakah yang tertinggal di sana? Bila sebuah partikel A ditanggalkan property listriknya (electron), massa-nya (Higs), graviasinya (graviton), juga W dan Z –nya (untuk partikel forsa nuklir kuat dan forsa nuklir lemah), maka apa yang tertinggal?

Atau samakah bila saya bertanya seperti ini?
“Bila seluruh komponen realita dihilangkan, apakah yang tersisa?”

Dari pemaparan di atas, maka bila realita tidak lagi relevan, yang tertinggal adalah sebuah kehampaan, nothingness, ketiadaan.

Manusia terbelenggu atau terbatasi oleh alam realita. Semua indera baik indera biologis maupun indera elektronik dengan dukungan teknologi secanggih LHC pun tetap masih akan terbatasi oleh ruang dan waktu, terbatasi oleh realita alam ini. Jadi tidaklah mungkin manusia mampu mendeteksi di luar dari kurungan alam ini. Manusia hanya akan menganggap bahwa yang tersisa dari realita adalah nothingness.

Di sinilah batasan Realita. Seluruh ilmu pengetahuan manusia mengenai alam ini berakhir sampai di sini.


“Belief”

Sekarang, apakah yang anda percayai?
Apakah anda percaya bahwa nothingness itu memiliki makna lebih? Sebuah realita sesungguhnya, the ultimate reality? Real bagi siapa?

Saat realita runtuh, kita hanya akan dihadapi oleh ‘belief’
What do you believe?

Nothingness bisa menjadi sebuah realita bagi orang yang 'percaya' bahwa itu adalah sebuah zat yang tidak eksis di alam ini. Realita yang hakiki yang sama bagi siapa pun. Bukan realita yang relative bagi setiap manusia, melainkan realita yang harus mutlak bagi siapa pun.

Ilmuwan yang sekarang sedang melakukan uji-coba di LHC meramalkan bahwa nothingness seperti ini adalah sama dengan kondisi saat alam sebelum terbentuk. Nothingness kemudian meledak menjadi somethingness dalam peristiwa big bang.

Mempertanyakan nothingness ini sama saja dengan bertanya 'ada apa sebelum big bang'? Ada apa sebelum alam semesta atau alam realita ini terbentuk?


The Ultimate 'I'

Banyak agama yang memiliki konsep yang sama mengenai hal ini. Agama Islam percaya bahwa Tuhan berada pada seuatu tempat yang tidak mungkin terikat dengan alam ciptaan-Nya sendiri. Tuhan menciptakan alam ini dari zat-Nya. Juga bahwa alam realita yang kita tempati ini adalah 'fana' dan sementara. Tujuan kita yang sesungguhnya adalah 'akhirat' dimana kita akan eksis selamanya. Alam fana dan akhirat hanya dibatasi oleh belief, atau iman saja. Tidak ada satu orang pun yang mampu membuktikannya. Ia hanya mampu percaya.

Agama Hindu percaya bahwa manusia dalam kondisi Brahma, yaitu kondisi dimana seseorang mampu terlepas dari realita alam ini, ia berada di sebuah realita yang hakiki. Ia bersatu dengan sang pencipta. Dunia yang diketahuinya, penciptaan, penghancuran tidak lagi relevan. Brahman adalah Tuhan. Tuhan adalah Brahman. Hanya ada "Dia". Tidak ada yang lainnya.

Kalau kita perhatikan, sebuah konsep yang sangat menakjubkan. Anda bisa membayangkan sebuah Zat Maha Kuasa yang bermimpi akan alam semesta ini dan manusia yang hidup di dalamnya. Saat ia berhenti bermimpi, alam ini tidak lagi eksis dan manusia kembali menyatu dengan Zat-Nya yang satu. Alam semesta beserta isinya merupakan proyeksi dari sebuah kehendak yang Maha Kuasa. Sebuah holographic universe.

Beberapa orang yang beragama Islam maupun agama yang lain mengaku mampu eksis di alam non-fisik, alam lain yang paralel dengan alam kita. Sebagian mengaku mampu 'bangun' dari mimpi-Nya dan kembali kapan pun mereka mau. Saya termasuk orang yang menyelidiki pengetahuan itu. Kondisi Brahma yang dipercayai oleh ajaran Hindu adalah salah contoh yang menurut saya paling menarik.

Jadi siapakah engkau? siapakah "aku"? Saat fisik, materi, jasad terlucuti, mati, apa yang tersisa? Aku. Hanya Aku yang kemudian kembali menjadi Yang Maha Kuasa, kembali dengan Zat-Nya yang satu. Aku adalah Dia. Dia adalah Aku, adalah realita yang hakiki.

[selesai]

5 komentar:

Anonim mengatakan...

salam...

bagus bro!lain masa post lagi banyak2 tentang braneworlds dan string theory.Bro sudah pasti sudah nonton filemnya matrix bukan?Kalau boleh kaitkan braneworld dengan matrix.

Teruskan posting.sy sokong dari belakang!!

wassalam

Erianto Rachman mengatakan...

Halo Moriha,
Terima Kasih atas comment-nya. Dan Terima kasih sudah mau membaca tulisan-tulisan saya. Mengenai film The Matrix, memang saya yakin konsep cerita diambil dari konsep 'realita' dari Hinduism. Dan adalah suatu yang bukan kebetulan bahwa konsep ini memiliki latarbelakang fisika yang logis, dengan berujun pada suatu batasan yang hanya bisa ditembus dengan 'believe'.
Saya mungkin tidak akan mengkaitkan tulisan saya dengan film, saya serahkan itu pada pembaca saja. Yang pasti tulisan saya bertujuan mengungkap kebenaran dan realita yang hakiki.

liana mengatakan...

Hi salam kenal. Postingan anda sungguh sgt menarik dan menginspirasi. Pengetahuan dan teori yg begitu rumit mampu anda jabarkan dgn bahasa dan perumpaan yg lbh mudah dicerna dan dipahami. Thanks.anda sdh berani berpikir out of the box mengenai konsep hidup ini. di dalam ajaran Buddha, diajarkan bahwa tidak ada "aku" yg kekal atau anatta.

Erianto Rachman mengatakan...

@Liana:
Terima kasih sudah membaca tulisan saya.
OM Shanti Shanti Shanti.

Ngupil Itu indah mengatakan...

ini mengingatkan saya dengan istilah avatar yang memiliki arti mereka yang turun, maksudnya mereka yang mampu naik sampai ke dimensi yang jauh lebih tinggi dari dimensi kita saat ini, dan turun kembali ke dimensi kita.